Bismmilahirrahmannirrahim

Bismmilahirrahmannirrahim

Sabtu, 09 Oktober 2010

14.16.00

Soichiro Honda

Amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu
terbentur pada kendaraan bermerek Honda, baik berupa mobil maupun
motor. Merek kendaran ini memang selalu menyesaki padatnya lalu
lintas. Karena itu barangkali memang layak disebut sebagai raja
jalanan.
Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri kerajaan bisnis Honda --
Soichiro Honda -- selalu diliputi kegagalan saat menjalani
kehidupannya sejak kecil hingga berbuah lahirnya imperium bisnis
mendunia itu. Dia bahkan tidak pernah bisa menyandang gelar insinyur.
Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak
pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
Saat merintis bisnisnya, Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia
sempat jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun,
ia terus bermimpi dan bermimpi. Dan, impian itu akhirnya terjelma
dengan bekal ketekunan dan kerja keras.
''Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia
saya
di sekitar mesin, motor dan sepeda,'' tutur Soichiro, yang meninggal
pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat
mengindap lever.
Kecintaannya kepada mesin, jelas diwarisi dari ayahnya yang membuka
bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang
Tengah. Di kawasan inilah dia lahir. Kala sering bermain di bengkel,
ayahnya selalu memberi catut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga
sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang
menjadi motor penggeraknya.
Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat berdiam diri
berjam-jam. Tak seperti kawan sebayanya kala itu yang lebih banyak
menghabiskan waktu bermain penuh suka cita. Dia memang menunjukan
keunikan sejak awal. Seperti misalnya kegiatan nekad yang dipilihnya
pada usia 8 tahun, dengan bersepeda sejauh 10 mil. Itu dilakukan
hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang.
Bersepada memang menjadi salah satu hobinya kala kanak-kanak. Dan
buahnya, ketika 12 tahun, Soichiro Honda berhasil menciptakan sebuah
sepeda pancal dengan model rem kaki. Sampai saat itu, di benaknya
belum muncul impian menjadi usahawan otomotif. Karena dia sadar
berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan,
sehingga membuatnya selalu rendah diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke kota, untuk bekerja di Hart Shokai
Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya.
Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang
mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya.
Enam tahun bekerja di situ, menambah wawasannya tentang permesinan.
Akhirnya, pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu
kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya kian membaik. Ia selalu menerima
reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat
memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu,
jam kerjanya tak jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai
subuh. Yang menarik, walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap
kreatif.
Kejeniusannya membuahkan fenomena. Pada zaman itu, jari-jari mobil
terbuat dari kayu, hingga tidak baik untuk kepentingan meredam
goncangan. Menyadari ini, Soichiro punya gagasan untuk menggantikan
ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya
laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia.
Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji. Lalu Honda pun ingin melepaskan diri dari
bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Mulai saat itu dia berpikir,
spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan ring
piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938.
Lalu, ditawarkannya karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif. Sayang,
karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi
standar. Ring Piston buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual.
Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu dan menyesalkan
dirinya keluar dari bengkel milik Saka Kibara.
Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan
kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya.
Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari
jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.
Siang hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel
mempraktekkan pengetahuan yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua
tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang
mengikuti kuliah.
''Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan,
melainkan
dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan
pengaruhnya,'' ujar Honda, yang diusia mudanya gandrung balap mobil.
Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah.
Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Tapi dikeluarkan dari perguruan tinggi bukan akhir segalanya. Berkat
kerja kerasnya, desain ring pinston-nya diterima pihak Toyota yang
langsung memberikan kontrak. Ini membawa Honda berniat mendirikan
pabrik. Impiannya untuk mendirikan pabrik mesinpun serasa kian dekat
di pelupuk mata.
Tetapi malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang,
tidak memberikan dana kepada masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi
kegagalan lalu menyerah pasrah. Dia lalu nekad mengumpulkan modal
dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Namun lagi-lagi
musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan
hingga dua kali kejadian itu menimpanya.
Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan
karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang
dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan
mendirikan pabrik. Penderitaan sepertinya belum akan selesai. Tanpa
diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga
diputuskan menjual pabrik ring pinstonnya ke Toyota. Setelah itu,
Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Di
sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak
dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin
menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda
pancalnya. Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia
pun memasang motor kecil pada sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor--
cikal bakal lahirnya mobil Honda -- itu diminati oleh para tetangga.
Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu.
Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga
Honda kehabisan stok. Lalu Honda kembali mendirikan pabrik motor.
Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda
berikut mobilnya, menjadi raja jalanan dunia, termasuk Indonesia.
Semasa hidup Honda selalu menyatakan, jangan dulu melihat
keberhasilanya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah
kegagalan-kegagalan yang dialaminya. ''Orang melihat kesuksesan saya
hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99 persen kegagalan
saya,'' tuturnya. Ia memberikan petuah, ''Ketika Anda mengalami
kegagalan, maka segeralah mulai kembali bermimpi. Dan mimpikanlah
mimpi baru.''
Jelas kisah Honda ini merupakan contoh, bahwa sukses itu bisa diraih
seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, dan hanya
berasal dari keluarga miskin.

0 komentar

Posting Komentar (Old Form)

Entri Populer

hujan salju

Pengikut