Bismmilahirrahmannirrahim

Bismmilahirrahmannirrahim

Senin, 30 Agustus 2010

13.05.00

Jangan Mendurhakainya!

Hai kawan…!! Siapa yang tidak kenal malin kundang?? Walaupun hanya sebatas cerita rakyat,namun ada baiknya kita mengambil hikmah darinya…
Kita ketahui bersama mendurhakai orang tua adalah dosa besar. Dan berbuat durhaka terhadap ibu adalah dosa yang jauh lebih besar lagi. Melalui pelbagai penjelasan Islam tentang ‘kewajiban kita’ terhadap sang
ibunda, kita dapat menyadari bahwa berbuat durhaka terhadapnya adalah sebuah tindakan paling
memalukan yang dilakukan seorang anak berakal.
Imam An-Nawawi menjelaskan,
“Rasulullah saw menyebutkan keharusan berbuat baik kepada ibu
sebanyak tiga kali, baru pada kali yang keempat untuk sang ayah, karena kebanyakan sikap
durhaka dilakukan seorang anak, justru terhadap ibunya.”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan sikap durhaka terhadap ibu dan melarang mengabaikan
orang yang hendak berhutang. Allah juga melarang menyebar kabar burung, terlalu banyak
bertanya dan membuang-buang harta.”

Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ’sikap durhaka’
terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab, ibu
adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik
kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui
tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.”
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena
kemuliaannya yang melebihi kemuliaan seorang ayah.”
Kapan seseorang disebut durhaka? Imam Ash-Shan’aani menjelaskan, “Imam Al-Bulqaini
menerangkan bahwa arti kata durhaka yaitu: apabila seseorang melakukan sesuatu yang tidak
remeh menurut kebiasaan, yang menyakiti orang tuanya atau salah satu dari keduanya. Dengan demikian, berdasarkan definisi itu, bila seorang anak tidak mematuhi perintah atau larangan
dalam urusan yang sangat sepele yang menurut hukum kebiasaan itu tidak dianggap ‘durhaka’,
maka itu bukan termasuk kategori perbuatan durhaka yang diharamkan. Namun bila seseorang
melakukan pelanggaran terhadap larangan orang tua dengan melakukan perbuatan dosa kecil,
maka yang dilakukannya menjadi dosa besar, karena kehormatan larangan orang tua. Demikian
juga, disebut durhaka, bila seorang anak melanggar larangan orang tua yang bertujuan
menyelamatkan si anak dari kesulitan.”
Ibnu Hajar Al-Haitsami menjelaskan,

“Kalau seseorang melakukan perbuatan yang kurang adab
dalam pandangan umum, yang menyinggung orang tuanya, maka ia telah melakukan dosa besar,meskipun bila dilakukan terhadap selain orang tua, tidaklah dosa. Seperti memberikan sesuatu dengan dilempar, atau saat orang tuanya menemuinya di tengah orang ramai, ia tidak segera menyambutnya, dan berbagai tindakan lain yang di kalangan orang berakal dianggap ‘kurang ajar’, dapat sangat menyinggung perasaan orang tua.”

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan, “Arti durhaka kepada orang tua yaitu melakukan perbuatan
yang menyebabkan orang tua terganggu atau terusik, baik dalam bentuk ucapan ataupun
amalan..“
Imam Al-Ghazali menjelaskan, “Kebanyakan ulama berpendapat bahwa taat kepada orang tua wajib, termasuk dalam hal-hal yang masih syubhat, namun tidak boleh dilakukan dalam hal-hal
haram. Bahkan, seandainya keduanya merasa tidak nyaman bila makan sendirian, kita harus makan bersama mereka. Kenapa demikian? Karena menghindari syubhat termasuk perbuatan wara’ yang bersifat keutamaan, sementara mentaati kedua orang tua adalah wajib. Seorang anak juga haram bepergian untuk tujuan mubah ataupun sunnah, kecuali dengan ijin kedua orang tua.
Melakukan haji secepat-cepatnya bahkan menjadi sunnah, bila orang tua tidak menghendaki.
Karena melaksanakan haji bisa ditunda, dan perintah orang tua tidak bisa ditunda. Pergi untuk
menuntut ilmu juga hanya menjadi anjuran, bila orang tua membutuhkan kita, kecuali, untuk mempelajari hal-hal yang wajib, seperti shalat dan puasa, sementara di daerah kita tidak ada orang yang mampu mengajarkannya..“
Seringkali seorang anak membela diri saat dikecam sebagai anak yang durhaka terhadap ibunya, dengan pelbagai alasan yang dibuat-buat, atau sekadar mengalihkan perhatian kepada soal lain.
‘Seharusnya kan orang tua itu lebih tahu,’ ‘Seharusnya seorang ibu mengerti perasaan anak,’
‘Seharusnya seorang ibu itu lebih bijaksana daripada anaknya,’ ‘Seharusnya seorang ibu tidak
boleh memaksakan kehendak,’ dan berbagai alasan kosong lainnya. Yah, taruhlah, dalam suatu kasus, si ibu memang melakukan kesalahan, dengan memaksakan kehendaknya, atau bersikap
kurang bijaksana. Namun saat si anak membantah perintah atau larangan ibunya, apalagi dia mengerti bahwa yang dikehendaki oleh ibunya itu adalah baik, meski kurang tepat, tidak pelak lagi, si anak telah berbuat durhaka. Di sinilah seharusnya ‘kunci kesabaran’ dan tingkat
‘kesadaran’ terhadap syariat Allah, juga penghormatan terhadap orang tua, dapat menggeret seseorang mengambil jalan mengalah, meskipun ia harus mengorbankan banyak hal, termasuk harta, dan juga cita-citanya. Selama hal itu dapat membahagiakan sang ibu, seharusnya ia berusaha untuk memenuhi kehendaknya.
Abdullah bin Ali Al-Ju’aitsan menegaskan, “Apabila kita sudah menyadari betapa besar hak
seorang ibu terhadap anaknya, dan betapa besar dosa perbuatan durhaka terhadapnya, atau dosa sekadar lalai memperhatikannya, cobalah, segera berbakti kepadanya, maafkan segala
kekeliruannya di masa lampau, berusaha dan berusahalah untuk selalu menjalin hubungan baik dengannya. Berusahalah untuk menyenangkannya, dan dahulukan upaya memperhatikannya
daripada segala hal yang kita sukai. Berupayalah untuk memenuhi kebutuhannya selekas
mungkin, jangan sampai menyusahkannya. Ingatlah firman Allah:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,
“Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil.” (Al-Israa : 24)

0 komentar

Posting Komentar (Old Form)

Entri Populer

hujan salju

Pengikut