Bismmilahirrahmannirrahim

Bismmilahirrahmannirrahim

Senin, 30 Agustus 2010

12.57.00

Berbuat Baik Kepada Orang Tua

Terkadang,sebagian besar dari kita mungkin secara sadar ataupun tidak,masih sering membantah saat orang tua meminta bantuan terhadap kita. -Hayoo ngaku,,,!
[Termasuk penulis sendiri]-gubraaakszzZ…….
Pada postingan kali ini marilah kita merenung bersama!
sebenarnya ini masih ada kaitannya dengan postingan sebelumnya.

وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“..dan hendaklah kalian berbuat baik kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)

Berbuat baik dalam katagori umum, dalam bahasa Arabnya disebut ihsaan. Sementara bila ditujukan secara khusus
kepada orang tua, lebih dikenal dengan istilah birr. Dalam segala bentuk hubungan interaktif, Islam sangatlah
menganjurkan ihsan atau kebaikan.

“Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan, untuk dilakukan dalam segala hal. Bila kalian
membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Bila kalian menyembelih hewan, lakukanlah
dengan cara baik. Oleh sebab itu, hendaknya seorang muslim menyiapkan pisau yang
tajam, dan upayakan agar hewan sembelihan itu merasa lebih nyaman.”

Ibnu Jarir Ath-Thabari menjelaskan, “Allah berpesan agar setiap orang melakukan bakti kepada orang tua
dengan berbagai bentuk perbuatan baik. Namun kepada selain orang tua, Allah hanya memesankan ’sebagian’
bentuk kebaikan itu saja.

“Katakanlah yang baik, kepada manusia.” (Al-Baqarah : 83)

Orang tua adalah manusia yang paling berhak mendapatkan dan merasakan ‘budi baik’ seorang anak, dan lebih
pantas diperlakukan secara baik oleh si anak, ketimbang orang lain. Ada beragam cara yang bisa dilakukan seorang
muslim, untuk ‘mengejawantahkan’ perbuatan baiknya kepada kedua orang tuanya secara optimal. Beberapa hal
berikut, adalah langkah-langkah dan tindakan praktis yang memang sudah ’seharusnya’ kita lakukan, bila kita ingin
disebut ‘telah berbuat baik’ kepada orang tua:

1. Bersikaplah secara baik, pergauli mereka dengan cara yang baik pula, yakni dalam berkata-kata, berbuat,
memberi sesuatu, meminta sesuatu atau melarang orang tua melakukan suatu hal tertentu.
2. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski hanya sekadar dengan ucapan ‘uh’.
Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan jangan angkuh.
3. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan memutus pembicaraan mereka, jangan berhohong
saat beraduargumentasi dengan mereka, jangan pula mengejutkan mereka saat sedang tidur, selain itu,
jangan sekali-kali meremehkan mereka.
4. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya, utamakan keridhaan keduanya, dibandingkan
keridhaan kita diri sendiri, keridhaan istri atau anak-anak kita.
5. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan kepentingan mereka dan berusahalah ‘memaksa
diri’ untuk mencari keridhaan mereka.
6. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemahlembut dan berupayalah membuat mereka
berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang buruk, serta menyuguhkan hal-hal yang mereka sukai.
7. Berikanlah nafkah kepada mereka, bila memang dibutuhkan. Allah berfirman:
“Dan apabila kalian menafkahkan harta, yang paling berhak menerimanya adalah orang tua, lalu karib
kerabat yang terdekat.” (Al-Baqarah : 215)
8. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian, termasuk untuk melaksanakan haji, kalau bukan
haji wajib, demikian juga untuk berjihad, bila hukumnya fardhu kifayah.
9. Mendoakan mereka, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَقُل رّبّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبّيَانِي صَغِيراً
“Dan ucapanlah, “Ya Rabbi, berikanlah kasih sayang kepada mereka berdua, sebagaimana menyayangiku
di masa kecil.” (Al-Isra : 24)
Semua hal di atas bukanlah ’segalanya’ dalam upaya berbuat baik terhadap orang tua. Kita teramat sadar,
bahwa ‘hak-hak’ orang tua, jauh lebih besar dari kemampuan kita membalas kebaikan mereka. Mungkin lebih baik
kita tidak usah terlalu berbangga diri, kalaupun segala hal diatas telah dapat kita wujudkan dalam kehidupan nyata.
Karena orang tua adalah manusia yang pertama kali berbuat baik kepada kita, karena dorongan kasih sayang dan –
terlebih-lebih– penghambaan dirinya kepada Allah. Sementara kita hanya memberi balasan, setelah terlebih dahulu
kita menerima kebaikan dari mereka. Sehingga, bagaimanapun, nilainya jelas akan berbeda.
Arti Birrul Waalidain
Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar berbuat
ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’
makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan
yang setara yang dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan
pelakunya sebagai orang yang bersyukur.
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap
baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada
teman-teman mereka.”
Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat
direalisasikan dengan memenuhi tidak bentuk kewajiban:
Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.
Bila salah satu dari ketiga kriteria itu terabaikan, niscaya seseorang belum layak disebut telah berbakti kepada orang
tuanya. Karena berbakti kepada kedua orang tua lebih merupakan perjanjian, antara sikap kita dengan keyakinan kita. Kita tahu, bahwa menaati perintah orang tua adalah wajib, selama bukan untuk maksiat. Bahkan perintah melakukan yang mubah, bila itu keluar dari mulut orang tua, berubah menjadi wajib hukumnya. Kita juga tahu, bahwa harta
orang tua harus dijaga, tidak boleh dihamburkan secara percuma, atau bahkan untuk berbuat maksiat. Kita juga meyakini, bahwa bila orang tua kita kekurangan atau membutuhkan pertolongan, kitalah orang pertama yang wajib menolong mereka. Namun itu hanya sebatas keyakinan. Bila tidak ada ‘ikatan janji’ dengan sikap kita, semua itu hanya terwujud dalam bentuk wacana saja, tidak bisa terbentuk menjadi ‘bakti’ terhadap orang tua. Oleh sebab itu,
Allah menyebut kewajiban bakti itu sebagai ‘ketetapan’, bukan sekadar ‘perintah’.

“Allah telah menetapkan agar
kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa :23)

Ayolah kawanku sekalian,..sebelum kita terlambat,marilah kita berlomba untuk berbakti kepada orang tua kita. Tidak ada kata gengsi bagi kita semua apalagi di hadapan Allah nanti,Jangan lupa untuk meresapinya. Okay……!!

0 komentar

Posting Komentar (Old Form)

Entri Populer

hujan salju

Pengikut